TIANG BELAWING WARISAN LELUHUR DAYAK KENYAH DI DESA LONG URO
Tiang belawing (tugu belawing) adalah tradisi budaya
Dayak Kenyah yang masih dijaga masyarakat Desa Long Uro, Kecamatan Kayan
Selatan, Kabupaten Malinau. Bagi masyarakat setempat, belawing bukan hanya
tiang kayu berukir, tetapi simbol identitas, penghormatan leluhur, serta
lambang kehormatan bagi keluarga tertentu.
Tiang belawing dibuat dari kayu keras, biasanya ulin, yang tahan lama. Kayu ini kemudian diukir dengan motif khas Dayak Kenyah, seperti burung enggang, naga, atau tumbuhan. Setiap ukiran memiliki makna khusus, misalnya kekuatan, kesuburan, dan kejayaan. Karena itu, setiap tiang belawing adalah karya seni yang menyimpan pesan spiritual sekaligus sosial bagi masyarakat.

Dalam adat, tiang belawing biasanya didirikan pada
upacara besar, seperti pesta panen atau penghormatan kepada tokoh adat. Namun,
tidak semua desa berhak mendirikan tiang belawing. Menurut Pak Leram, salah
satu tokoh adat di Long Uro, hanya desa tua atau kampung yang sudah lama
berdiri yang diperbolehkan melakukannya. Desa baru tidak memiliki hak tersebut,
sebab tiang belawing dianggap menyatu dengan sejarah panjang dan kedalaman
tradisi suatu kampung. Dalam wawancara, Pak Leram menegaskan: “Tiang belawing
itu hanya boleh ada di desa tua. Kalau kampung baru, mereka tidak bisa
mendirikan tiang belawing karena tidak punya sejarah adat yang panjang.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa tiang belawing bukan
sekadar tiang kayu berukir, melainkan penanda eksistensi, kewibawaan, serta
legitimasi sebuah komunitas Dayak Kenyah. Kehadirannya menunjukkan kedalaman
sejarah dan kuatnya ikatan adat yang dimiliki oleh suatu desa.
Selain simbol adat, tiang belawing juga memperkuat
kebersamaan masyarakat. Proses pembuatannya melibatkan gotong royong, mulai
dari menebang kayu, mengukir, hingga mendirikan. Melalui kegiatan bersama ini,
generasi muda belajar tentang persatuan, kerja sama, dan penghormatan kepada
leluhur. Dengan begitu, tiang belawing menjadi sarana pendidikan budaya yang
menjaga kesinambungan tradisi.
Kini, tiang belawing juga dikenal di luar lingkungan
adat. Peneliti, wisatawan, dan pecinta budaya tertarik mempelajari nilai dan
keindahan ukiran belawing. Hal ini membuka peluang bagi masyarakat desa Long
Uro untuk mengembangkan wisata budaya berbasis kearifan lokal, sekaligus
memperkuat identitas masyarakat.
Tiang belawing di Long Uro adalah bukti nyata bahwa
warisan leluhur tetap hidup dan relevan. Ia mengajarkan gotong royong,
penghormatan, serta identitas. Dengan menjaga tiang belawing, masyarakat Long
Uro tidak hanya melestarikan budaya mereka, tetapi juga memperkaya warisan
bangsa Indonesia.